JADWAL SIDANG KASUS SEWA PESAWAT MERPATI

MA MEMVONIS EMPAT TAHUN DAN DENDA RP 200 JUTA ATAS KASUS MERPATI. KEPUTUSAN YANG SUNGGUH MENGEJUTKAN. PADAHAL SEBELUMNYA PENGADILAN TIPIKOR JAKARTA MEMVONIS BEBAS. HARAPAN ADA DI PENGAJUAN PK. MOHON DUKUNGAN DEMI TEGAKNYA KEADILAN. |

Mengembalikan Keagungan Mahkamah Agung



Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa ikatan alumni perguruan tinggi (ITB, UI, ITS, IPB, dan Trisakti) yang kemudian tergabung dalam Alumni Lintas Perguruan Tinggi aktif menyelenggarakan berbagai kegiatan di bidang hukum. Ini terutama dipicu banyaknya profesional alumni perguruan tinggi yang terpaksa berhadapan dengan masalah hukum dalam menjalankan tugas profesionalnya. Beberapa kasus tersebut di antaranya kasus Hotasi Nababan (Merpati Nusantara), dr Ayu Sasiary (RS Kandou Malalayang, Manado), Indar Atmanto (Indosat Mega Media) serta kasus bioremediasi Chevron Indonesia.

Salah satu hal yang tim kami temukan dan menjadi concern bersama adalah penegakan hukum di Mahkamah Agung. Di satu sisi, kami mendukung para hakim agung yang keras terhadap para pelaku kejahatan, khususnya korupsi. Di sisi lain, kami menemukan sikap keras dan cenderung populis tersebut ikut memakan korban dari mereka yang sebetulnya sudah berhasil membuktikan ketidakbersalahan mereka dan dihukum bebas di tingkat pengadilan sebelumnya.

Kita semua tentunya mengharapkan Mahkamah Agung benar-benar dapat menghadirkan keadilan bagi siapa pun dan tidak memakan korban akibat sikapnya yang cenderung keras dan ingin memberi efek ketakutan. Kami khawatir, sikap Mahkamah Agung yang kurang cermat dalam mengadili suatu perkara (cenderung menghukum) akan menyuburkan praktek makelar peradilan di tingkat bawah dan membuat para profesional ketakutan dalam mengambil keputusan krusial saat menjalankan tugas mereka, baik di BUMN, perusahaan, maupun pemerintahan.

Tema tersebut diulas salam seminar "Mengembalikan Keagungan Mahkamah Agung" yang diselenggarakan pada 21 Mei 2014 di Gedung Dewan Pers, Jakarta. Simak liputan seminar ini melalui: http://www.useetv.com/ev/119/seminar-ma


Majalah Tempo: Perlawanan Hotasi

Menarik membaca artikel majalah Tempo, edisi 25 Mei 2014 halaman 96-101. Dalam majalah itu disebutkan, Mahkamah Agung menghukum mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Hotasi Nababan empat tahun. Padahal semua bukti korupsi yang dituduhkan sudah "gugur" di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Biarlah masyarakat yang menilai siapa yang bersalah terhadap kasus ini. Yang jelas, direksi Merpati sudah bertindak sesuai dengan peraturan yang ada. Kami hanyalah korban dari tindak kejahatan orang lain.




Tanggapan Masyarakat Terkait Kasus Merpati

I. TANGGAPAN AHLI TENTANG VONIS MA TERHADAP KASUS MERPATI
1. Said Didu, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN
“Putusan MA soal eks Dirut Merpati aneh!," katanya.
“Kasus penegakan hukum dalam hal ini bukanlah kasus pidana, tetapi dihukum pidana. KPK secara tertulis menyatakan kasus ini bukan kasus pidana dan Bareskrim juga menyatakan bukan pidana,” ujarnya.
"Kementerian BUMN melalui RUPS pun menyatakan tidak ada yang dilanggar. Kok tidak pidana dihukum pidana. Aneh itu, bingung saya?" katanya menambahkan.

II. KOMENTAR MASYARAKAT TENTANG VONIS MA TERHADAP KASUS MERPATI
Jumat, 9 Mei 2014 | 22:30 WIB
Kali ini, Pak Artidjo, ngaco lagi .... My supports and prayers go to H. Nababan and fam
Jumat, 9 Mei 2014 | 22:10 WIB
Sabar Bung...banyak berdoa saja. INi adalah awal kejatuhan dari Pak Artidjo Alkostar.
Jumat, 9 Mei 2014 | 22:08 WIB
sabar bung....banyak berdoa saja. Ini adalah awal kejatuhan dari pak Artidjo Alkostar.....!
Jumat, 9 Mei 2014 | 21:00 WIB
kasihan hotasi... gara2 gak mau suap jaksa dia dikerjain habis2an
Jumat, 9 Mei 2014 | 21:36 WIB
jangan merasa anda lebih memahami ini perkara dari hakim. terlebih lagi ini hakim Artidjo Alkostar, yang punya kredibilitas yang tinggi
Jumat, 9 Mei 2014 | 19:37 WIB
Mengapa pak Artidjo masih diberikan kesempatan memegang palu? MA benar-benar menciptakan ketidakpastian hukum. Pak Hotasi, segera diPK saja!
Jumat, 9 Mei 2014 | 19:29 WIB
Saya kira inilah awal kejatuhan Artidjo Alkostar......!!!
Gilang @ggilang09 May 2014 19:24:33 WIB
1. Sumber informasi berita langsung dari Artidjo selaku Ketua Majelis pada 8 Mei. Sepengetahuan kami, informasi putusan biasanya ada di website dan disampaikan oleh juru bicara MA. 2. Majelis MA hanya menggunakan dakwaan jaksa penuntut umum sebagai dasar putusan. Sama sekali tidak melihat fakta persidangan yang lain, termasuk tuntutan jaksa penuntut. 3. Berkas perkara diterima di MA pada 28 Februari 2014. Kemudian diberi nomor register perkara pada 23 April 2014, dan diterima oleh saya di..
Gandhi20149 @gandhi2014909 May 2014 18:16:43 WIB
bukankah sudah jelas dalam kesaksian, merpati ditipu?sdh ada keputusan di AS bahwa pihak penipu terbukti menipu merpati?luar biasa sesatnya pengadilan kita.
Bisabisaaja09 May 2014 18:03:56 WIB
Tidak ada keadilan ditangan artijo

Juminten @juminten09 May 2014 18:02:45 WIB
Kan sudah ada keputusan mk tentang pasal 244 kuhap, yang intinya jaksa bisa kasasi untuk putusan bebas
Bisabisaaja09 May 2014 17:55:51 WIB
artijo mmg hakim yg memastikan, bahwa org yg diadili hrs dihukum se-tinggi2nya, tdk peduli salah atau tdk
Saracen-saladin @saracen-saladin09 May 2014 17:42:11 WIB
Hot, kelihatannya elu memang ditarget harus masuk...entah apa salah elu sama yg punya kuasa...hukum kita memang hukum duit

III. TANGGAPAN LSM TENTANG VONIS BEBAS PENGADILAN TIPIKOR ATAS KASUS MERPATI
1. ICW
Indonesian Corruption Watch (ICW) menyatakan proses penyidikan di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, patut dipertanyakan terkait dibebaskannya mantan direktur utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) Hotasi Nababan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus tersebut terkait tindak pidana korupsi penyewaan pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500.
"Proses penyidikan kejaksaan patut dipertanyakan," kata anggota Badan Pekerja ICW, Emerson F Juntho kepada Antara di Jakarta, Selasa.
Menanggapi putusan bebas itu, ia menyarankan kejaksaan harus melakukan eksaminasi dalam kaitan vonis bebas terhadap Hotasi Nababan itu.
Hal ini, kata dia, guna melihat secara komprehensif apakah kasus ini perdata atau pidana.
"Pada intinya kita harus realistis melihat vonis yang dijatuhkan oleh PN Tipikor ini," katanya.

IV. TANGGAPAN PARA AHLI TENTANG KASUS MERPATI
1. Mantan Menteri BUMN Sofyan Djalil
"Dalam kasus Hotasi, tindakan yang dilakukan telah memenuhi syarat akuntabilitas. Selain itu waktu Merpati merasa ditipu, Merpati langsung menggugat. Itu menjalani prinsip akuntabilitas sebab kalau dia (Hotasi) punya konflik kepentingan dia tidak akan berani menggugat ke pengadilan di Amerika," ujar Sofyan Djalil.

"Saya yakin Hotasi tidak bersalah. Kenapa, karena dia sudah mengejar uangnya. Ini sudah dibawa ke pengadilan dan dimenangkan oleh Pengadilan Amerika. Mitigasi risiko sudah dilakukan. Itu baru potensi kerugian negara karena uang masih bisa diupayakan. Kalau saya Menteri BUMN-nya, saya suruh kejar walau itu mahal sekali," ujarnya.

2. Pakar hukum pidana dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah MadProf Eddy OS Hiariej
“Perbuatan yang menimbulkan kerugian negara tidak bisa serta-merta dianggap korupsi. Apalagi, Hotasi saat memimpin MNA juga sudah mengupayakan pengembalian security deposit USD 1 juta yang dibayarkan ke Hume Associates sebagai pihak pemegang deposit bagi Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG) selaku penyedia pesawat.,” ujarnya
“Di perkara Hotasi ini tidak ada perbuatan redaksi yang dilakukan secara sengaja hingga akhirnya menimbulkan kerugian negara dan atau memperkaya pihak lain,” katanya menambahkan.

3. Ahli bidang investasi dan koorporasi Ida Bagus Rahmadi Supancana
"(Hotasi) Tidak bisa diminta pertanggungjawaban secara pribadi karena dia sudah melakukan tugas sesuai rambu-rambu perusahaan," katanya.

V. TANGGAPAN  MASYARAKAT TENTANG KINERJA KEJAGUNG TERKAIT KASUS MERPATI
Tanggapan Masyarakat di Kompasiana
Cuplikan pendapatnya:
"Masyarakat banyak menyoroti kinerja dan perilaku jaksa yang berada dilingkungan Jampidsus Kejagung. Disinilah tempatnya berbagai kasus korupsi diselidiki dan disidik, baik itu murni kasus korupsi ataupun dibuat kasus seolah-olah terjadi korupsi. Pada tempat inilah terindikasi kuat terjadinya penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi dengan “mengolah perkara” untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Banyak kasus korupsi yang mandek ditempat ini yang pada awalnya jaksa getol memperosesnya tetapi lama kelamaan hilang tidak jelas rimbanya, kuat dugaan fulus yang bermain. Contohnya seorang mantan Bupati di Jawa Barat telah dua tahun lebih jadi tersangka korupsi tetapi sampai sekarang tidak jelas perkembanganya dan banyak kasus lainnya."
"Yang lebih parah adalah beberapa kasus yang seharusnya bukan merupakan korupsi dianggap korupsi dan orang yang terkait dengannya di cap koruptor. Jaksa memaksakan suatu kasus ke penga­dilan dan merumit-rumitkan kasus yang sebenarnya amat sangat seder­hana. Sudah jelas-jelas fakta hukum yang terungkap di pengadilan bukanlah tindak pidana, akan tetapi jaksanya tetap ngotot menuntut terdakwa.
"Pada tulisan ini saya akan menguraikan dua contoh kasus yang merupakan korban dari dakwaan sesat jaksa, yakni kasus Hotasi Nababan mantan dirut Merpati dan kasus IM2-Indosat. Hotasi didakwa korupsi oleh jaksa dalam kasus sewa-menyewa pesawat. Sedari awal sesungguhnya kasus ini tidak layak diproses apalagi dilimpahkan kepengadilan. Dakwaan jaksa dipaksakan, kasus ini seharusnya perdata, jaksa mengubah dan memaksakan kasus ini menjadi pidana."

Kumpulan Berita Vonis 4 Tahun dan Denda Rp 200 Juta dari MA


Berikut ini kumpulan berita tentang keputusan Mahkamah Agung yang memvonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta.

  • Divonis MA 4 tahun penjara, Hotasi Nababan kebingungan http://bit.ly/1qqaDvR
  • Divonis pada Hari Ulang Tahun, Hotasi: Ini bukan Kebetulan http://t.co/3XGx8P4fNn
  • Hotasi Nababan kaget dan bingung dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang memberi vonis 4 tahun penjara. Hotasi...http://t.co/I5gj9gYVeE
  • Divonis MA 4 Tahun Penjara, Hotasi Bingung dan Sedih  http://t.co/NkmwQRdTVJ
  • Hotasi Kaget dan Bingung Divonis MA 4 Tahun Penjara, Ini Penjelasannya: Hotasi Nababan kaget dan bingung denga...http://t.co/0qHF9sTVhV
  • DUA warga negara AS yang telah 'menipu' MNA karena mengambil security deposit sedang diadili pengadilan di Was...http://t.co/P42aF3jUg1
  • Hotasi: Pertimbangan MA sudah Terbukti tidak Benar: DUA warga negara AS yang telah 'menipu' MNA karena mengamb...http://t.co/Y8e2Q4GmAb

Tanggapan atas Berita Vonis MA


Saya dan keluarga sangat kaget, bingung, dan sedih mendengar kabar pagi ini dari media bahwa Majelis Hakim Tingkat Kasasi MA yang dipimpin Artijo Alkotsar telah menjatuhkan vonis 4 tahun dan denda Rp 200 juta kepada saya. Dasar Putusan Majelis MA itu adalah sama persis dengan isi Dakwaan JPU menurut Pasal 2 UU no. 31/1999 jo 20/2001. Majelis Hakim Kasasi tidak mengindahkan seluruh fakta yang terungkap dipersidangan  di Pengadilan, bahkan juga tidak mengacu pada Tuntutan JPU.

Seperti diketahui, pada tanggal 19 Februari 2013 yang lalu, Majelis Hakim Tipikor PN Jakarta Pusat telah memberikan Putusan Bebas Murni (Vrijspraak) kepada saya dan Tony Sudjiarto atas Perkara Security Deposit Sewa Pesawat Merpati yang terjadi di Desember 2006. Setelah melalui 25 sidang selama 8 bulan dan menhadirkan puluhan saksi, Majelis Hakim menyimpulkan bahwa tidak terbukti ada “mens rea” (niat jahat) saya dalam mengambil keputusan penempatan Deposit itu. Majelis juga berpendapat pembayaran Security Deposit sudah dilakukan dengan transparan, hati2, beritikad baik, tanpa ada konflik kepentingan.

Sebagai orang awam hukum, saya tidak mengerti mengapa kemudian Putusan Bebas Murni itu masih bisa di-Kasasi oleh Jaksa ke MA. Padahal pasal 244 KUHAP mengecualikan Putusan Bebas dari Kasasi.

Beberapa kejanggalan yang saya temui atas pernyataan Artijo di berita adalah sebagai berikut:
1.      Sumber informasi berita itu langsung dari Artijo sendiri selaku Ketua Majelis pada tanggal 8 Mei. Sepengetahuan kami, informasi Putusan biasanya ada di website dan disampaikan oleh JuBir MA.
2.      Majelis MA hanya menggunakan Dakwaan JPU sebagai dasar putusan. Sama sekali tidak melihat Fakta Persidangan yang lain, termasuk Tuntutan JPU.
3.      Berkas Perkara diterima di MA pada tanggal 28 Februari 2014. Kemudian diberi nomor Register perkara pada tanggal 23 April 2014, dan diterima oleh saya di rumah pada tanggal 8 Mei 2014. Proses pemeriksaan Kasasi di MA berlangsung sangat cepat.
4.      Hingga siang ini tanggal 9 Mei 2014, di website resmi Mahkamah Agung, di Informasi perkara saya No. 417 K/PID.SUS/2014 masih belum ada Nama2 Hakim Pembaca dan Panitera, Tanggal Putus, dan Amar Putusan.
5.      Putusan dibuat pada tanggal 7 Mei 2014, bertepatan dengan hari ulang tahun saya. Ini bukan sebuah kebetulan.

Seluruh “pertimbangan” Artijo telah dibuktikan TIDAK BENAR di Pengadilan Tingkat Pertama dengan fakta sbb:
1.      RUPS telah memberikan kewenangan Direksi flexibilitas untuk memilih tipe Pesawat yang menguntungkan Perusahaan.
2.      Penempatan Security Deposit (SD) itu dilakukan di Law Firm Hume di Washington sebagai “custodian” dan tidak boleh diambil sepihak sesuai peraturan di AS.
3.      Sudah ada LOI antara Merpati dan TALG yang menjadi dasar penempatan Security Deposit yang mengikat. LOI ini dianggap sebagai “Perjanjian mengikat”, yang menjadi dasar menagnya gugatan Merpati terhadap TALG  di Pengadilan Washington DC pada tahun 2007.
4.      Circular BOD merupakan keputusan kolektif Direksi Merpati.  Bukan keputusan saya sendiri.
5.      Legal Opinion yang dibuat oleh Biro Hukum menjadi bukti yang tidak relevan oleh Hakim di PN karena tertanggal setelah penempatan SD.
6.      Kedua Warga Negara AS yang telah “menipu” Merpati mengambikl SD itu sedang diadili pengadilan di Washington DC atas tuntutan kejahatan tingkat tinggi.

Pertimbangan Artijo sangat berbeda dengan kesimpulan Pengadilan Negeri, KPK, BPK, Kejaksaaan DATUN, Bareskrim, dan Putusan Pengadilan AS, bahwa saya tidak melakukan pidana di perkara perdata ini.